Jadilah seperti pohon yang akarnya menghujam ke bawah, batangnya tegak, menghasilkan buah yang menyegarkan dan tajuknya menaungi memberikan kesejukan

Senin, 17 Juni 2013

Petuah Lelaki Tua



Ahad siang, saat kami keluar dari DTC nampak seorang lelaki tua dengan rambut yang sudah memutih duduk di kursi tempat parkir mobil dengan wajah yang menyiratkan kelelahan. Kulihat beberapa lembar kertas bergambar aneka binatang. Aku berniat membeli satu lembar saja kertas bergambar itu, meskipun di rumah sudah ada dan telah penuh coretan Faiz. Ku gandeng tangan Faiz menghampiri lelaki tua itu.
“Berapa harganya Pak?” tanyaku
“Tiga ribu aja.”
Hmm dulu aku pernah beli di Pasar Minggu, seingatku lima ribu bisa dapat tiga lembar. Namun, melihat lelaki tersebut aku tidak tega menawarnya.
“Saya beli satu aja Pak. Uangnya nanti ya Pak, kalau suami saya sudah sampai sini. Sekarang baru di parkiran ambil motor.”
“Ya ga papa.” Sahutnya.
“Bapak tinggal di mana?”, tanyaku kemudian.
“Di Mampang.”
“Asli sini atau dari mana asalnya Pak?”
“Saya dari Cilacap.”
“Wah saya dari Jogja Pak?”
Perbincangan kami berlanjut dengan bahasa Jawa sampai akhirnya suamiku datang.
“Pak, ini uangnya.” Kusodorkan uang Rp. 5000,-. “Sisanya buat bapak.”
“Kalau begitu ambil satu lagi ya?” Lelaki tua itu menyodorkan beberapa lembaran kertas untuk kupilih.
“Terima kasih Pak, tapi kami sudah punya di rumah.”
“Ambil satu lagi aja, yang mana?”
Akhirnya aku pilih gambar yang sama. Heran, lelaki itu tidak mau menerima kelebihan uang dengan cuma-cuma. Lelaki itu kemudian berkata kepadaku.
“Nek seneng menehi, rejekine ditambah.” Petuahanya dengan logat bahasa Jawa.
Ah, lelaki tua itu meski dalam kepayahan dalam keuangannya namun dalam kesempitannya itu masih teringat tentang keutamaan sedekah.
Aku jadi teringat sedekah yang utama salah satunya adalah ketika kita sedang sangat membutuhkan.