Jadilah seperti pohon yang akarnya menghujam ke bawah, batangnya tegak, menghasilkan buah yang menyegarkan dan tajuknya menaungi memberikan kesejukan

Jumat, 20 Februari 2015

Selalu Ada Cerita Saat Faiz Mengaji

Setiap liburan, Faiz maunya ikut kemana saja aku pergi. Seperti halnya Kamis kemarin, ada pengajian rutin. Malamnya sudah aku tawarkan, besok mau ikut umi nggak ke pengajian (pertanyaan andalan kalau susah tidur malam). Tentu saja dia tidak akan menolak. Ia selalu semangat kalau ikut aku mengaji. Pagi setelah bangun tidur, biasanya langsung mandi sendiri dan pilih baju terbaik (menurut dia). Dia pernah bilang, kalau mau pergi harus pakai baju yang bagus.
Di tempat mengaji, kebetulan teman aku telah menyiapkan makanan ringan, salah satunya puding yang dibentuk seperti ice cream. Begitu masuk, tatapan mata faiz langsung menuju ke puding tersebut. Tanpa ba bi bu.. wuuuz..wuuz.. langsung deh disikat puding tersebut. Woow.. sudah berapa tusuk tuh puding dihabiskan? Padahal temennya (usia 2,5 tahunan), ambil 1 puding saja gak habis. Hmm harus disingkirkan nih pudingnya. Kupindahkan lah piring puding menjauh dari nya... we lah dalah.. gak hilang semangat juga tuh piringnya ditarik supaya bisa ambil puding. Taraa ... akhirnya sepiring puding habis dalam sekejap, kira2 dia makan enam tusuk.
Begitu puding habis, wajah jadi sumringah.. karena kenyaang. Dia ajak temennya main. Suaranya yang cekakak cekikik di teras bikin ruang tamu jadi riuh. Hadeuh... perasaanku gak enak, soalnya suara faiz harus diimbangi dengan suara ustadzah biar gak tenggelam. Apalagi kalau dia pas cerita tentang Allah SWT kepada temannya..
Eh Fatih.. Allah itu Maha Besar.. Iya.. Allah itu Maha Besar.. (apalagi logat jawanya kentel banget..jadi huruf s nya dobel bessar)
Sudah berkali-kali aku pinta faiz buat merendahkan suaranya. Namun namanya faiz, baru beberapa menit dibilangin, eh lupa lagi, kembali teriak-teriak. Akhirnya aku mintah maaf ke ustadzah.
“Bu, maaf. Anak saya suaranya keras. Kalau saya ngaji maunya ikut, kalau gak diajak langsung ngambek.”
“Iya ga papa. Justru kalau seperti itu (diajak ngaji n banyak ngomong) kita jadi tahu perbendaharaan kosakatanya.”
Sedikit lega, tapi  tetep aja rasa pakewuh itu masih ada.

Rabu, 04 Februari 2015

Kisah VBAC Ku (Part 1)

Nanti kalau melahirkan berarti sesar lagi.
Begitulah kalimat yang sering kudengar ketika saudara maupun temen-temenku mendengar jawabanku saat melahirkan Faiz anak pertamaku dengan persalinan sesar.

Kalau sudah sesar tidak mungkin bisa melahirkan normal.
Pernyataan sebagian besar teman-temanku saat mengetahui bahwa nantinya kalau melahirkan anak kedua aku ingin dengan persalinan normal, aku pasti sesar lagi begitu menurut kata-kata mereka.

Banyak sanggahan-sanggahan yang menyiutkan nyali ketika aku ingin melahirkan secara normal atau VBAC (Vaginal Birth After Caesarian). Namun tekadku sudah bulat. Kalau orang lain bisa VBAC, kenapa aku tidak bisa? Aku ingat sebuah kalimat yang kudapatkan dari sebuah artikel yang sangat menggugah semangatku. Bahwa Allah SWT telah mngaruniakan kita seorang janin dalam rahim, tentu Dia pula yang akan mengeluarkan. Allah SWT telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna, diciptakan-Nya rahim maka diciptakanNya juga jalan rahim. Rasa sakit saat kontraksi pun merupakan salah satu sistem tubuh dalam membantu seorang bayi keluar dari rahim ibunya. Jadi kenapa pula harus takut dengan rasa sakit kontraksi. Jika seorang wanita tidak takut hamil, kenapa pula harus takut menghadapi sakitnya kontraksi.
Yah setiap ibu yang akan melahirkan tentunya akan merasakan sakit. Banyak para ibu yang akhirnya memilih untuk melahirkan sesar karena tidak ingin merasakan sakitnya kontraksi dan melahirkan secara normal. Pernah suatu hari temanku bercerita kepadaku bagaimana dia melahirkan secara sesar.
“Kalau nanti mau melahirkan aku pilih sesar saja. Cepet tidak merasakan sakit. Kalau normal itu sakit banget,” kata temanku.
“Ah masa sih mbak. Kalau saya malah ingin normal saja. Aku sudah merasakan bagaimana sakitnya setelah melahirkan sesar. Untuk bangun saja susah, harus latihan miring dahulu, itupun sakit banget. Aku nggak mau sesar lagi,” kata ku.

Oh tidak! Jika kalian berpikiran seperti itu salah besar. Pengaruh jahitan sesar itu justru lebih sakit setelah melahirkan. Terbayang saat itu seperti teriris-iris bekas bagian yang disesar ketika mau menggerakkan badan. Mau memiringkan badan saja susah, apalagi mau duduk.
---------
Allah SWT telah berfirman dalam kitab Alquran yang menggambarkan bagaimana saat Maryam, Ibunda Nabi Isa AS melahirkan.
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” QS Maryam : 23
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.” QS Maryam : 24
Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. QS Maryam : 25
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu... QS Maryam: 26
Siti Maryam, ibunda nabi Isa AS merasakan begitu sakitnya saat akan melahirkan hingga terlontar kalimat “...alangkah baiknya aku mati sebelum ini...” QS Maryam : 23. Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah kita akan putus asa sebelum datangnya usaha?
Yah, aku tidak ingin sesar lagi jika nanti melahirkan. Jika mengingat masa-masa saat melahirkan pertama kali, rasa sakit itu kembali terbayang.

Maka sejak ada keinginan untuk hamil anak kedua, aku mencari referensi tentang VBAC serta tenaga kesehatan/ bidan/dokter kandungan yang pro VBAC dari internet hingga kabar gembira itu datang, dimana aku dinyatakan positif hamil.
Selama kehamilan yang kedua aku banyak belajar sehingga tidak terlalu “rewel” seperti kehamilan sebelumnya dan mempersiapkan diri agar bisa VBAC.
Adapun persiapan tersebut adalah:
1.   Mempersiapkan mental kita bahwa nantinya kita akan melahirkan bayi yang tentunya akan merasakan sakitnya kontraksi. Persiapan mentan ini dilakukan dengan senantiasa beribadah kepada Allah SWT, membaca buku/artikel yang berkaitan dengan pra, saat dan pasca persalinan terutama tentang VBAC. Diupayakan tidak hanya bunda saja yang belajar, tetapi para ayah juga harus belajar bagaimana menghadapai masa persalinan.
2.         Mencari bidan/dokter kandungan yang pro normal. Agak susah mencari bidan/dokter kandungan yang bersedia membantu persalinan VBAC. Di kehamilanku yang kedua ini saya kontrol ke bidan dan dokter kandungan. Pada awalnya dokter  kandunganku itu mau membantuku untuk VBAC, namun hingga minggu ke 38 saat kepala bayi belum masuk panggul dan belum ada tanda-tanda perut kencang, dia bilang kepadaku kalau nantinya aku bisa sesar lagi. Kata-kata itu membuatku gelisah hingga aku utarakan ke bidanku dan beliau bilang bahwa aku harus yakin bisa, selalu berdoa kepada Allah SWT, dan tawakkal.
3.         Makan makanan yang baik, halal dan bergizi.
4.         Rajin sujud, mengerjakan pekerjaan rumah, jalan kaki, berolahraga.
5.         Mempersiapkan planning yang tepat, seperti: mau melahirkan dimana, dengan siapa, bagaimana jika ternyata saat persalinan VBAC ada kendala, dll.

So... bagi bunda maupun ayah yang akan menyongsong kelahiran sang buah hati, harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Tetap semangat, berpikiran positif, dan hadapi persalinan dengan tenang.