Jadilah seperti pohon yang akarnya menghujam ke bawah, batangnya tegak, menghasilkan buah yang menyegarkan dan tajuknya menaungi memberikan kesejukan

Senin, 18 Maret 2013

Akhirnya, Dia telah Kusapih




Proses penyapihan setiap orang kepada buah hatinya berbeda-beda. Proses itu bisa berlangsung cukup lama atau justru sangat singkat. Jangka waktu proses itu ditentukan oleh kesiapan antara bunda dan buah hati, serta faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi proses tersebut.

Sejak faiz belum berumur 1 tahun, bunda sering membaca kata WWL. Kenapa membaca bukan mendengar? Tentu saja, karena bunda tidak pernah mendengar kata WWL dari teman maupun saudara. Saya mengetahui WWL itu dari internet. 

WWL itu menurut informasi yang saya dapat dari internet tidak lain adalah menyapih dengan cinta (weaning with love), di mana dalam proses penyapihan itu kita perlu melaksanakannya dengan rasa cinta kepada buah hati, bukan dengan memaksa atau berbohong, seperti mengolesi bethadine di puting biar dikira sedang sakit, mengolesi jamu-jamuan biar jika si buah hati nenen terasa pahit, mengolesi garam biar terasa asin, dll, sehingga tidak mau nenen lagi. Nah, cara-cara seperti tadi -dengan megolesi sesuatu diputing -yang justru diajarkan oleh saudara-saudara saya yang lebih tua. Setiap mereka memberikan saran seperti itu, saya hanya bilang “ Saya tidak mau membohongi Faiz dengan mengolesi seperti itu. Biarlah nanti pada waktunya faiz akan tahu dan akan berhenti nenen menurut kemauannya.” 

Proses penyapihan Faiz kumulai saat dia berumur 2 tahun. Dua minggu berlalu sejak umurnya 2 tahun, Faiz sakit dan akhirnya kuberikan ASI padanya, karena kuyakin ASI ku masih mengandung antibodi yang diperlukan untuk Faiz. Namun, efek dari pemberian ASI ini mengubah pola penyapihan yang kuterapkan sebelumnya. Faiz makin ingin minta nenen, dan jika tidak dituruti dia akan menangis. Akhirnya aku menyerah juga. Menyerah untuk mengambil langkah yang jitu untuk menyapih faiz. 

Sampai Faiz berumur 2 tahun lebih 1 bulan, Faiz masih minta nenen . Hingga tiba waktunya, aku dan Faiz sakit batuk pilek sehingga aku harus tidur terpisah dengannya. Setiap malam, abinya yang menemaninya tidur dan menyediakan susu untuknya ketika dia terbangun. Hal itu berjalan hingga hampir 2 minggu. Hingga saat ini, dia sama sekali tidak minta nenen kepadaku. Alhamdulillah, dibalik sakitku ini Engkau memudahkan proses penyapihan ini. Dan, akhirnya aku telah menyapih buah hatiku. Aku bilang padanya, “Faiz sudah gede, jadi gak nenen lagi ya”.

Thanks to:
Abi Faiz Triyanto yang bersedia membantu selama proses penyapihan.

Minggu, 03 Maret 2013

Di Bawah Terik Matahari



Terik matahari begitu menyengat di siang hari itu. Selepas berkunjung ke rumah teman di Jl. Rawa Geni, aku dan faiz mencari ojek untuk mengantar kami menuju jalan raya. Namun, sesampainya di pangkalan ojek, kami tidak menemukan satupun tukang ojek. Oh my God, terbayang aku harus berjalan jauh bersama faiz di bawah terik matahari. Suara adzan Dhuhur melantun dengan merdunya saat kaki-kaki kami melangkah pelan. Faiz yang berada disampingku berjalan dengan penuh semangat. Dia tidak menghiraukan teriknya panas. Kebahagiaannya melupakan rasa lelahnya berjalan.

Kami terus berjalan. Sesekali aku berhenti untuk menggendong faiz. Kasihan kalau ia berjalan terus, terlebih lagi jalan ramai penuh lalu lalang kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Kalau sudah keberatan menggendong faiz dan jalanan mulai menurun atau jalan rata/agak rata, ia kuturunkan. Dan setelah turun, faiz pun kembali berjalan dengan penuh gaya dan celotehan. Aku takjub dengan semangatnya, dia tak pernah kenal lelah. Sama sekali tidak ada keluhan darinya. Semangatnya memberikan diriku semangat untuk segera sampai di jalan raya menuju Citayam.

Jalan kembali menikung. Kapankah kami sampai tujuan? Maklumlah aku baru dua kali lewat jalan ini. Saat pertama kali lewat jalan ini, aku diantar oleh abinya faiz. Jadi, kali ini aku lupa berapa tikungan lagi yang harus kulalui lagi. Di depan sudah terbentang jalan menanjak. Aku harus menggendong faiz lagi. Dalam gendonganku faiz begitu gembira sambil melihat motor dan mobil yang berlalu lalang. Ketika jalan mulai rata, faiz kuturunkan. Saat itulah aku melihat banyak kendaraan. Itu artinya kami sudah tidak jauh lagi dari jalan raya, pikirku. Kulihat dengan cermat, dan ternyata benar itu jalan raya. Alhamdulillah, “Faiz kita sudah mau nyampe nih.”

Kami menyebarangi rel kereta api dengan cepat dan gesit, karena perlintasan rel ini tidak ada penjaga resminya. Yang ada hanyalah penjaga pintu sukarela dari warga kampung. Saat kami akan menyeberang, jalan raya begitu ramai. Begitu kami menyeberang, datang angkot menghampiri kami. Terima kasih kepada sopir angkot yang tidak mau dibayar karena tidak bisa sampai ke tempat tujuan hingga akhirnya kami harus naik ojek dari Stasiun Citayam. Dalam perjalanan pulang, faiz terlelap dalam tidurnya. Alhamdulillah kami selamat hingga sampai rumah.